• Thursday, June 11, 2015

    Jalur Pendakian Gunung Lawu Via Candi Cetho

    Kali ini ane mau berbagi cerita sedikit tentang pendakian Gunung Lawu Via Candi Cetho ,


    Gunung lawu memiliki ketinggian 3265 mdpl yang terletak di antara perbatasan dua provinsi, yaitu  Jawa Tengah dan Jawa Timur, Gunung Lawu sendiri mempunyai banyak jalur pendakian.Yang paling mainstream mungkin udah pada tahu, yakni jalur Cemoro Sewu di Kabupaten Magetan, Jatim dan Jalur Cemoro Kandang di Kabupaten Karanganyar, Jateng. Namun mungkin belum banyak yang begitu familiar jika Lawu ternayata juga bisa didaki melalui obyek wisata eksotis yaitu  Candi Cetho yang berdekatan dengan hijaunya hamparan kebun teh kemuning.


    Pendakian kali ini berbeda dengan biasanya karena jalurnya yang terkenal panjang, ekstrim, terberat dan tentu yang paling indah pemandangannya. Dijalur ini jarang sekali dilewati pendaki alias masih sepi dan asri, walaupun jarang dilewati pendaki tapi masih ada aja sampah yang berserakan disepanjang jalur, Tapi takapalah :d.


    Pendakian Gunung Lawu via candi cetho ini sebenarnya telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya oleh teman-teman saya, namun saya baru dikabari 5 hari sebelum hari keberangkatan jadi persiapan saya kurang maksimal tanpa membawa perbekalan logistik apapun, namum alhamdulillah masih ada teman-teman yang mau mengcover semuanya hehehe :d.


    Suasana Memasuki Kawasan Candi Cetho
    Pendakian Gunung Lawu kali ini saya bersama teman-teman dari UNDIP. kami berangkat dari semarang pada hari Sabtu taggal 6 Juni 2015 pukul 10.00. Setelah menelusuri panasnya aspal jalanan dan terpencar-pencar dari rombongan akhirnya pukul 15.00 kami sampai di Candi Cetho. yang rencana awal berangkat naik sehabis dzuhur dikarenakan rombongan terpisah-pisah jadi molor sampai pukul 16.00.

    Setelah selesai menitipkan kendaraan akan terlihat loket penjualan tiket masuk komplek candi. Dari situ pendaki akan langsung disambut jajaran anak tangga menuju komplek Candi Cetho. Dengan menaiki anak tangga tersebut perlahan-lahan hamparan peninggalan candi hindu itu mulai tersingkap. Gapura yang berdiri menjulang dengan anggun di bawah langit akan langsung membawa ingatan kita pada gapura-gapura di Pulau Dewata, Bali.Kawasan ini sangat bersih dan terjaga. Berbagai ornamen bergaya hindu peninggalan masa itu sangat jelas terlihat. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung pra sejarah berdiri membisu di bawahnya. Kawasan candi ini membentang pada sebuah lahan berundak dan dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V. Di salah satu terasnya terdapat susunan batu dengan pahatan berbentuk matahari yang menggambarkan Surya Majapahit, lambang Kerajaan Majapahit. Candi ini pertama kali ditemukan sebagai reruntuhan batu dengan 14 teras berundak. Namun sekarang hanya tertinggal 13 teras, 9 diantaranya telah dipugar.


    Keluar dari komplek Candi Cetho kami melewati jalan setapak kecil yang di samping kanan kiri terdapat jajaran warung penjual makanan di sepanjang jalan. Kemudian akan berlanjut menuju hamparan rerumputan yang mulai menanjak. Tak berapa lama komplek Candi kethek akan terlihat. Candi ini berupa bebatuan yang tersusun dan di tengahnya terdapat anak tangga.

    Komplek candi Kethek
    Pendakian yang sebenarnya dimulai dari sini, jalur mulai naik, melewati perkebunan milik warga dan hamparan rerumputan yang ditumbuhi semak belukar. Setelah berjalan sekitar 1 jam akhirnya kami sampai shelter yang terbuat dari bekas MMt yang disusun sedemikian ruma sehingga bisa untuk beristirahat para pendaki, ya inilah Pos 1.

    Pos 1
    Setelah beristirahat beberapa saat kami langsung melanjutkan perjalanan ke pos 2, dikarenakan hari yang sudah mulai petang. Jalanan semakin menanjak, hutan semakin rapat dan hari sudah mulai gelap, membuat perjalanan ini semakin menantang, tak dijumpai lalu lalang pendaki pun membuat suasana semakain menantang, bukti bahwa Jalur ini sangat jarang di laluai pendaki.Sesampainya di pos 3 hari sudah benar-benar gelap, anggota pun sudah mulai kecapekkan dan di pos 3 ini sangat tidak mugkin untuk kami mendirikan tenda karena tempatnya yang sempit. Kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan dan mendirikan tenda di Pos 5, tapi apalah daya tubuh ini memang benar-benar kehabisan tenaga, akhirnya mulailah tercipta jarak antar anggota, kalau diteruskan akan membahayakan kami dikarenakan rimbunya semak belukar ditambah kabut yang sudah mulai tebal membuat jalan semakin samar. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di jalan, kami putuskan untuk mendirikan tenda di Pos 4 dengan kondisi tempat yang seadanya, kami mendirikan 2 tenda kapasitas 5 orang dan 1 tenda kapaasitas 2 orang, ya memang itu tidak cukup untuk menampung anggota yang berjumlah 14, akhirnya saya dan yanuar mengalah untuk tidur duluar beratapkan langit berkabut..


    Sang Surya pun mulai memancarkan cahayanya, semua masih tertahan oleh dinginya pagi didalam tenda. tetapi sebagai lelaki sejati saya dan yanuar harus bangun dan membuat secangkir kopi untuk mengahangatkan badan ini. hehehe :D.


    Suasana Sarapan di Pos 4


    Foto Bersama Sebelum Melanjutkan Perjalanan
    Disini peran pendaki wanita sangat dibutuhkan untuk membuat sarapan, selesai sarapan kami pun bergegas packing dan melanjutkan perjalanan menuju Hargo Dalem (warung mbok Yem).

    Perjalanan dari Pos 4 menuju Pos 5 pertamanya berupa jalan yang tidak terlalu menanjak, melewati hutan mati ( bekas kebakaran hutan), nah setelah hutan mati ada percabangan jalan yang sangat membingungkan , tapi tenang sudah ada petunjuk jalan menuju puncak di jalur ini.

    Hutan Mati
    Sabana Pertama Gunung Lawu Via Candi Cetho
    Dengan tenaga yang sudah mulai terkuras kami dihadapkan dengan tanjakan yang lumayan tingi dengan kemiringan kira-kira 60 derajat. Selepas itu barulah kami dimanjakan dengan pemandangan yang cukup indah, yaitu sabana pertama.

    Dari sabana pertama ini kami sudah benar-benar kehabisan stok air minum, namum kami harus tetap melanjutkan perjalanan, yang konon dari informasi yang kami dapat di atas Pos 5 ada sumber air. Dengan teriknya senar matahari ditambah tenggorokkan yang sudah mulai kering, kami harus tetap berjalan demi mendapatkan air untuk mengobati rasa haus ini. Sabana Pos 5 pun sudah kelihatan dari kejauhan, karena tenaga sudah mulai terkuras kami putuskan untuk beristirahat sejenak di Pos 5 (Brak Perang) ini. yang konon ceritanya di Pos 5 atau Brak Perang ini dulu adalah medan pertempuran Raden Patah, bagi pendaki yang beruntung konon diwaktu malam hari bisa mendengar suara peperangan di Pos 5 ini.


    Perjalanan Menuju Sumber air dari Pos 5

    Selesai menikmati pemandangan dan beristirahat di Pos 5 kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang yaitu menuju Warung Mbok yem. Tapi sebelum itu kami harus berusaha  mencari sumber air yang tidak jauh dari Pos 5 , namum setelah samapi ternyata sumber air sudah kering, Kami pun mulai putus asa dengan tiduran diatas telaga yang sudah mengering.


    Telaga Yang Telah Mengering
    Tak membuang-buang tenaga kami langusng melanjutkan perjalanan , kabut pun mulai turun, udara semakin dingin dan rasa haus telah melanda kami. Alhamdulillah setelah berjalan kira-kira 30 menit tepatnya sebelum pasar Dieng kami bertemu rombongan dari Surabaya yang ternyata adalah teman dari  Yanuar. Bukan pendaki namanya kalau tidak saling berbagi, kami pun diberi sebotol air, alhamdulillah untuk membasahi tenggorokan. Dipasar Dieng jalan sangat membingungkan, banyak percabangan, untung salah satu dari rombongan kami sudah ada yang pernah melewati jalur in. Dari pasar dieng ini puncak hargo Dumilah dan Hargo Dalem sudah kelihatan, dengan mengucap syukur Alhamdulillah kami pun sampai di Hargo dalem (warung mbok yem).

    Pasar Dieng
    Di Warung Mbok Yem teryata masih ramai dengan pendaki yang mau turun dan ada juga yang baru sampai seperti kami. Kabut telah menutupi suasana sore itu, dinginya udara sampai menembus minus 1 derejat celsius. Matahari pun telah berganti sinar rembulan, kabut sedikit demi sedikit mulai hilang, kerlap-kerlip sinar bintang menghiasi dinginnya malam itu, satu-persatu dari kami mulai berpetualang dialam mimpi. Sekitar pukul 23.00 ada sedikit insiden, Shela tak sadarkan diri karena kedinginan, alhamdulillah tak berselang lama kembali siuman.

    Alarm sudah mulai bersautan membuktikan bahwa sudah pukul 04.30, "inilah waktu yang tepat untuk melihat sunrise fikirku", tp udara dingin menghambat kami untuk bangun, semua masih terjaga dalam sleepingbag terlihat hanya Pipit yang berani keluar dari warung Mbok Yem untuk melihat sunrise.

    Langit sudah terang tapi matahari belum juga terlihat karena terhalang oleh tebalnya kabut. Perjalanan kami teruskan menuju Puncak Hargo Dumilah yaitu puncak tertinggi Gunung Lawu. Setengah perjalanan Sofie tidak mampu meneruskan dan akhirnya kembali turun ke Hargo Dalem ditemani Mas Hendro dan Mbak Tias. Diatas Puncak tiupan angn sangat kencang, kabut juga masih menyelimuti indahnya pemandangan Gunung Lawu. Setelah kami menunggu beberapalama kabut pun belum juga hilang, daripada membuang-buang waktu dipuncak kami akhirnya turun keHargo Dalem sebelum nanti melanjutkan turun ke Candi Cetho
    .

    Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu
     Setelah semua sampai di Hargo Dalem ( warung Mbok Yem) dan semua telah sarapan nasi pecel kami langsung meneruskan perjalanan turun ke Candi cetho sebelum nanti pulang ke Semarang.

    Foto Bersama Dengan Mbok Yem

     Alhamdulillah kami semua diberi keselamatan dan kesehatan walaupun ada sedikit insiden.
    Saya Ucapkan Terimakasih kepada Crew yang menemani perjalanan kali ini.
    Crew : Anas, Yanuar, Mas Hendro, Mbak Tias, Avi, Faiz, Bangkit, Upil, Raga, Shella, Virna, Shofie, Teu, Pipit.


    Crew Pendakian Gunung LAwu Via Candi Cetho


    Tag: Gunung Lawu Gunung di Jawa Tengah Candi Cetho Jalur Pendakian Gunung Lawu Warung Mbok Yem Hargo Dumilah


    No comments:

    Post a Comment